Friday, August 21, 2009

IDI: Indonesia Kekurangan Dokter

Sabtu, 15 Agustus 2009 07:26 WIB

Cimahi (ANTARA News) - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai Indonesia kekurangan tenaga medis --dokter dan perawat-- sedangkan penyalurannya sendiri bermasalah karena tidak merata ke setiap daerah.

"Mengenai distribusi kami tidak dapat berbicara dengan pemerintah. Distribusi di kita memang bermasalah," kata Ketua Umum IDI Fachmi Idris di Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi, Bandung, Sabtu.

Karena belum ada sistem yang tepat, maka penyaluran dokter di Indonesia menjadi tidak merata.

"Terjadi kekacauan dalam hal distribusi dokter, karena tidak ada sistem yang bagus untuk mengatur hal tersebut," kata Fachmi.

Akibatnya, jumlah dokter menumpuk di daerah tertentu seperti Bandung, sementara di daerah lain terutama daerah-daerah pedalaman, kekurangan tenaga medis sehingga menjadi timpang diantara daerah.

Fahmi juga mengungkapkan, bahwa jumlah dokter di Indonesia sangat kurang dari kata ideal.

"Untuk Indonesia, sebenarnya kebutuhan dokter mencapai 100 ribu, namun yang ada saat ini hanya 60 ribu. Berarti masih kekurangan 40 ribu dokter," ujarnya.

Apabila dikaitkan dengan standard sistem pelayanan kesehatan terpadu, idealnya satu orang dokter melayani 2.500 penduduk.

IDI juga menyoroti masalah kualitas dokter Indonesia dan dalam kaitan ini IDI menawarkan konsep membentuk satu entitas terdiri dari praktisi kesehatan, yaitu dokter, perawat dan apoteker.

"Dokter harus diuji ulang setiap lima tahun sekali. Kalau tidak lulus, mereka tidak akan mendapatkan sertifikat pendidikan berkelanjutan," katanya. (*)

COPYRIGHT © 2009

Saturday, June 6, 2009

Kasus Prita "Versus" Akhlak Dokter


Sabtu, 6 Juni 2009 | 03:10 WIB

HANDRAWAN NADESUL

Penilaian dan sikap pengendalian masyarakat pasien sebagai sistem kontrol yang efektif terhadap eloknya layanan medis. (Telaah Kisch & Reeder)

Kasus Prita bukan cuma satu. Tak sedikit pasien kita yang dikecewakan dokter atau rumah sakit akhirnya merasa diabaikan.

Tanpa melacak apa di balik kasus itu, kasus Prita masih akan terus menjadi endemis. Anggapan bahwa ”dokter selalu benar, pasien pasti salah” atau ”mana mungkin pasien salah, dokter pasti salah” perlu dilempangkan.

Dokter dan rumah sakit bukan pihak yang untouchable. Kerja profesi dokter sudah lengkap diberi ”pagar”. Pendidikan etika kedokteran saat sekolah, sumpah dokter kepada Yang Maha Mengawasi saat lulus, dan selama berpraktik dokter dipandu oleh perangkat Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan Undang- Undang Praktik Kedokteran. Tiap dokter menginsafi semua itu.

Dokter mau berbicara

Bukan sikap kesengajaan profesi dokter kalau muncul kasus. Bukan karena semua dokter ingin melompati ”pagar” yang disepakati. Lebih sering, ada yang lebih kuat dari hanya hukum dan regulasi jika praktik dokter tampil tak elok di mata pasien.

Ada dua hal yang membuat kinerja profesi dokter tidak elok, yaitu komunikasi dokter dengan pasien dan akhlak dokter sendiri.

Soal komunikasi, harus diakui, opini pasien ihwal penyakitnya belum tentu sama dengan opini medis. Makin terbatas wawasan medis pasien, makin banyak yang perlu dokter komunikasikan. Salah sangka pasien terhadap kasus medisnya lebih sering karena dokter menjawab pasien hanya jika ditanya.

Kasus Steven-Johnson, misalnya. Ini kasus alergi hebat yang bisa mengancam nyawa pasien akibat obat atau suntikan. Kita tahu, dalam tradisi berobat, pasien kita umumnya tak memiliki ”paspor” kesehatan selain tak punya dokter keluarga. Pasien kita umumnya selalu asing di mata dokter yang dikunjunginya.

Secara medis, tanpa data lengkap pasien, sulit bagi dokter meramal reaksi alergi hebat yang mungkin menimpa pasien. Selain itu, karena keterbatasan waktu praktik, banyak dokter juga kurang mengorek kondisi medis pasien yang belum dikenal. Jika saja dokter lebih banyak bertanya, misalnya adakah bakat alergi, dan menjelaskan kemungkinan alergi hebat bisa terjadi sehabis berobat, dan sekiranya sampai muncul kasus pun, tentu tak sampai diopinikan sebagai malapraktik karena pasien sudah tahu jika risiko itu bakal terjadi. Hingga kini, kasus Steven-Johnson diopinikan masyarakat sebagai kesalahan pihak medis.

Kasus Prita muncul karena tidak dibangun komunikasi dokter dengan pasien. Tanpa penjelasan apa yang dilakukan dokter dan yang akan dialami pasien serta akibat yang mungkin muncul dari berobat, keterbatasan wawasan pasien ihwal penyakitnya mungkin melahirkan opini miring yang justru merugikan dokter.

Merawat akhlak dokter

Tiap dokter mengetahui kewajiban pribadi dan hak pasien. Bukan melalaikan keinsafan itu saja jika kasus malapraktik dan misconduct (bersikap judes, marah, tak ramah) masih muncul. Sejatinya kompetensi dokter dan pasien kelewat senjang. Otonomi dokter nyaris tak terbatas. Tanpa keindahan akhlak, praktik dokter tampil tidak profesional.

Industri medis yang kita anut dan fakta yang merongrong moral dokter adalah rumah sakit harus berinvestasi dan perlu berhitung agar tetap melaba. Pasien yang dilayani pun melebihi jumlah dokter sehingga tergoda berpraktik hingga larut malam dengan konsekuensi praktiknya tidak lagi profesional berpotensi membahayakan pasien.

Mengingat penghargaan pemerintah tak memadai, ada banyak dokter memilih menerima iming-iming dari perusahaan farmasi. Ini mengakibatkan harga obat mahal dan harus dipikul pasien. Praktik memberi obat yang tak perlu dan memilih yang lebih mahal (iatrogenic dan polypharmacy) mencitrakan dokter tidak lagi melihat profesinya.

Dokter dan rumah sakit bisa terjebak berlaku nakal dengan memanfaatkan ketidaktahuan pasien yang teperdaya jika orientasi profesi dokter hanya demi duit. Tanpa akhlak yang elok, hukum medis bisa ditekuk, regulasi medis bisa dilipat, dan dokter memanfaatkan kekuasaannya yang tinggi. Rekam medis sebagai satu-satunya bukti tindak malapraktik ada di bawah kekuasaan dokter.

Otonomi profesi dokter kelewat tinggi sehingga jika akhlak dokter lumpuh, dokter bisa berkelit dari tudingan melakukan kesalahan. Hukum dan regulasi medis bisa ditaklukkan. Namun, tidak demikian bila akhlak dokter terawat.

Hak pasien harus difungsikan. Wawasan kesehatan masyarakat perlu bertambah cerdas agar lebih kritis dan skeptis atas layanan medis yang diterima. Sadar akan hak sebagai pasien dan kaya wawasan kesehatan membantu dokter merawat akhlaknya. Dokter tidak sembarangan melakukan pekerjaan profesinya. Kita sepakat, tak ada yang lebih berkuasa dari akhlak dalam keunggulan profesi apa pun.

Akhlak dokter tidak boleh dikalahkan oleh apa pun dan tetap eling akan sumpah profesi yang merupakan janji kepada Yang Maha Melihat. Jadi, tak ada pilihan bagi dokter yang ingin tetap profesional, mendahulukan kepentingan pasien dan memilih berpraktik dengan hati.

HANDRAWAN NADESUL Dokter; Pengasuh Rubrik Kesehatan; dan Penulis Buku

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/06/06/03101514/kasus.prita.versus.akhlak.dokter

Friday, June 5, 2009

Kejari Tahan UZ dan Bendahara


Jumat, 5 Juni 2009 | 03:51 WIB

Medan, Kompas - Kejaksaan Negeri Kota Medan, Kamis (4/6) petang, sekitar pukul 18.30, menahan mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan UZ yang kini menjabat Direktur Rumah Sakit Pirngadi, Medan. Bersama UZ, juga ditahan RS, Bendahara Dinas Kesehatan Kota Medan.

Penahanan keduanya terkait dugaan korupsi di tiga bidang, yakni penggunaan sisa anggaran ABPD Kota Medan tahun 2008, penggelapan Pajak Penghasilan eselon tiga dan eselon empat (PPH 21) tahun 2008, dan dana kapitasi asuransi kesehatan bulan Januari hingga Maret 2009.

”Jumlah sementara sekitar Rp 1,5 miliar,” tutur Kepala Kejaksaan Negeri Kota Medan Sudum Situmorang.

Pendalaman kasus

Menurut Sudum, pendalaman kasus ini sudah terjadi tiga minggu terakhir berdasarkan laporan warga masyarakat yang kemudian diselidiki kejaksaan. Sejumlah saksi sudah diperiksa, termasuk UZ yang Kamis kemarin sejatinya dipanggil sebagai saksi.

UZ diperiksa di ruang Kasubsi Penyidikan Pidsus. Ia dibawa ke Rutan Tanjung Gusta, Medan, dengan mobil tahanan Kejari Medan BK 2 X. Wajah UZ tampak kusut meskipun ia terlihat tenang dan berjalan tegak.

Ia diperiksa sejak pagi, mengenakan baju lengan panjang putih bergaris-garis tipis gelap dan celana hitam. Sepanjang jalan dari ruang pemeriksaan hingga mobil tahanan, UZ tutup mulut atas pertanyaan wartawan.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Medan Harli Siregar mengatakan, Kamis pagi, kejaksaan memanggil UZ sebagai saksi atas kasus ini.

Akan tetapi, setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan bukti-bukti bahwa UZ terlibat hingga kemudian dilakukan penahanan. Adapun RS sudah beberapa kali diperiksa. (WSI)

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/06/05/03511438/kejari.tahan.uz.dan.bendahara

Thursday, June 4, 2009

IDI: ‘Sweeping' dokter asing ilegal di Medan


Cetak E-mail
Thursday, 04 June 2009 17:50 WIB
PRAWIRA SETIABUDI
WASPADA ONLINE

MEDAN - Pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Medan maupun Sumatera Utara harus melakukan razia terhadap para dokter asing yang membuka praktek ilegal khususnya Medan.

Demikian penuturan ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Medan M Nur Rasyid Lubis kepada Waspada Online, tadi siang.

Menurut Nur Rasyid, IDI Medan sendiri bekerja sama dengan Dinkes Medan dan Sumut akan segera melakukan pengawasan dan melakukan razia terhadap dokter asing ilegal tersebut apabila ketahuan membuka praktik tanpa izin.

"Walaupun sampai saat ini belum ditemukan kasus dokter asing ilegal di Sumut ataupun Medan sendiri, tetapi pihak IDI sendiri terus melakukan pengawasan dan meminta kerjasama masyarakat apabila menemukan dokter asing ilegal di sekitar daerahnya," imbuh Nur Rasyid.

Ditambahkan Nur Rasyid, dokter asing yang ingin melakukan praktiknya di Indonesia tidak terkecuali di Sumut, harus mendapat izin dari Departemen Kesehatan. Hal ini dilakukan untuk keselamatan masyarakat sendiri agar tidak terjadi hal-hal yang sangat tidak diinginkan.

"Kita kan tidak tahu kualitas dokter asing tersebut.. Untuk itu masyarakat harus selalu waspada terhadap kemungkinan kemunculan dokter asing tersebut disini," ujar Rasyid.

IDI mengharapkan agar pihak terkait dalam hal ini Dinkes, segera melakukan pengawasan untuk mencegah masuknya dokter asing ilegal di Sumut khususnya Medan. Nur Rasyid mengatakan IDI Medan sendiri siap membantu Dinkes untuk merazia dokter asing ilegal tersebut.
(dat01/wol-mdn)

Friday, May 29, 2009

Flu Meksiko: Geliat Baru Virus Influenza H1N1

Oleh dr. Tommy Dharmawan

Pada Maret, April dan Mei 2009, wabah influenza telah menyebabkan 13.398 kasus dan 95 kematian akibat strain baru dari virus influenza H1N1. Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat telah memperingatkan kemungkinan perkembangan ke arah pandemi. Pada 27 April 2009, badan kesehatan dunia World Health Organization mendeclare terjadinya PHEIC (Public Health Emergency of International Concern) dan meningkatkan status kewaspadaan dari level 3 ke level 4 (maksimal level 6), karena transmisi virus dari manusia ke manusia secara berkesinambungan telah terbukti terjadi. Selanjutnya pada tanggal 30 April ditingkatkan dari level 4 ke level 5.

Awal mula munculnya strain baru ini tidak diketahui pasti tetapi kasus infeksi pada manusia pertama terjadi di dekat sebuah peternakan babi di La Gloria, Veracruz, Meksiko. Edgar Hernandez, seorang anak berusia 4 tahun, awalnya didiagnosis menderita flu biasa tetapi tes laboratorium membuktikan bahwa Edgar terkena flu babi (swine flu).

Dr. Anne Schuchat, interim Deputi Direktur CDC menyatakan virus flu Meksiko yang diisolasi dari pasien di Amerika Serikat terdiri dari empat elemen genetik virus influenza yang berbeda yaitu virus North American Mexican influenza, North American avian influenza, human influenza, dan swine influenza- "suatu campuran genetik yang tidak umum." Strain baru terbentuk dari proses reassortment virus influenza manusia dan influenza babi pada empat strain berbeda dari subtipe H1N1. Virus influenza mengalami reassortment karena ada perubahan antigenik. Oleh karena pada kasus flu Meksiko ini virus belum diisolasikan dari hewan maka sampai sekarang organisasi kesehatan hewan dunia World Organization for Animal Health (OIE) menamakan virus ini sebagai flu Meksiko.

Pandemi influenza
Ada kekhawatiran bahwa epidemic H1N1 influenza atau flu babi (Swine Flu) di Meksiko akan menjadi pandemi seperti diutarakan CDC. Pandemi influenza adalah epidemi dari virus influenza yang menyebar ke seluruh dunia dan menginfeksi sebagian besar populasi manusia. Berlawanan dengan epidemi flu yang berlangsung reguler, pandemi terjadi dalam waktu yang tidak beraturan. Sekurang-kurangnya terdapat tiga pandemi flu dalam satu abad terakhir yaitu flu Spanyol tahun 1918, flu Asia tahun 1959, dan flu Hong Kong tahun 1968.

Flu Spanyol tahun 1918 adalah pandemi influenza yang menyebar hampir ke seluruh dunia. Kejadian ini disebabkan oleh virus Influenza A subtipe H1N1 yang sangat virulen. Data sejarah dan epidemiologi kurang adekuat untuk dapat mengidentifikasi asal virus ini tetapi Sekutu pada Perang Dunia I menyebutnya sebagai flu Spanyol karena kejadian ini baru mendapat perhatian besar dari pers ketika virus ini mulai menyerang Spanyol pada November 1918. Pandemi terjadi dari bulan Maret 1918 sampai Juni 1920 menyebar dari Arktik sampai pulau Samoa di samudera Pasifik. Diestimasikan terdapat 20 sampai 100 juta orang meninggal di seluruh dunia karena virus ini.

Strain baru influenza
Pandemi influenza terjadi ketika strain baru virus influenza mengalami transmisi dari hewan ke manusia. Hewan yang berperan penting dalam transmisi strain baru virus ke manusia antara lain babi, ayam dan bebek. Strain baru ini tidak terpengaruh oleh sistem imunitas tubuh yang sudah ada sehingga akibatnya dapat menginfeksi banyak populasi manusia secara cepat.

Influenza adalah penyakit infeksi pada burung dan mamalia yang disebabkan oleh virus RNA dari keluarga Orthomyxoviridae. Virus H1N1 adalah subtipe virus influenza A dan penyebab utama influenza pada manusia. Beberapa strain H1N1 endemik pada manusia sementara beberapa strain lainnya endemik pada babi dan burung. Virus influenza memiliki angka mutasi yang tinggi yang merupakan karakteristik virus RNA. Kemampuan strain virus influenza untuk memilih inangnya adalah karena adanya variasi pada gen hemagglutinin. Mutasi pada gen hemaglutinin akan menyebabkan substitusi satu asam amino yang secara signifikan mengubah kemampuan protein hemaglutinin virus untuk mengikat reseptor pada permukaan sel inang. Mutasi inilah yang dapat mengubah virus influenza dari non virulen menjadi sangat virulen ke manusia.

Manifestasi klinis
Menurut CDC, gejala flu Meksiko atau flu babi serupa dengan gejala influenza pada umumnya. Gejalanya meliputi demam, batuk, nyeri tenggorok, nyeri otot, sakit kepala, menggigil, dan rasa lelah. Pada beberapa kasus terdapat gejala diare dan muntah. Pada flu Spanyol tahun 1918 bahkan gejalanya menyerupai penyakit dengue, kolera, dan typhoid sehingga sering sekali terjadi misdiagnosis. Karena gejalanya yang tidak spesifik maka untuk menegakkan diagnosis flu Meksiko diperlukan riwayat kontak dengan penderita flu Meksiko yang sudah terkonfirmasi. CDC Amerika Serikat bahkan menyarankan dokter di wilayah Amerika Serikat untuk mempertimbangkan diagnosis infeksi flu Meksiko atau flu babi pada pasien dengan gejala infeksi saluran nafas atas disertai demam yang mengalami kontak dengan penderita yang sudah dikonfirmasi menderita flu babi atau kontak dengan pasien flu babi di 5 negara bagian di Amerika Serikat atau riwayat bepergian ke Meksiko dalam kurun waktu tujuh hari sebelum muncul gejala flu. Diagnosis harus selalu dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium dari sampel saluran nafas seperti apusan hidung atau tenggorok.

Rute infeksi di manusia
Kesimpulan dari beberapa penelitian menyatakan bahwa angka kematian yang besar pada flu Meksiko terjadi karena adanya badai sitokin di tubuh akibat dari sistem kekebalan tubuh yang sangat bereaksi terhadap virus sehingga malah menghancurkan tubuh. Hal tersebut menjelaskan pertanyaan mengapa infeksi sebagian besar terjadi pada orang usia muda dan sehat. Hal tersebut karena orang usia muda dan sehatlah yang memiliki kekebalan tubuh yang baik sebelum terjadi infeksi sehingga memiliki kecenderungan mengalami reaksi berlebihan terhadap virus. Umumnya, virus influenza ditransmisikan dari manusia yang terinfeksi melalui udara saat batuk atau bersin sehingga droplet berisi virus keluar atau bisa ditransmisikan dari unggas yang terinfeksi melalui fesesnya. Influenza juga ditransmisikan melalu air ludah, ingus, feses, dan darah. Infeksi terjadi ketika hemaglutinin virus influenza menyentuh permukaan epitel tubuh terutama yang mempunyai reseptor virus seperti di hidung, tenggorok, dan saluran nafas. Virus flu dapat tetap infeksius selama satu minggu pada suhu tubuh manusia dan bertahan 30 hari pada suhu 0°C. Beberapa strain virus influenza dapat dengan mudah diinaktivasi oleh disinfektan dan deterjen.

Solusi untuk pencegahan dan terapi
Pencegahan dari flu Meksiko atau flu babi terdiri dari tiga komponen yaitu pencegahan pada hewan, pencegahan transmisi hewan ke manusia, dan pencegahan transmisi antar manusia. Pencegahan pada hewan termasuk pemberian vaksin pada hewan yang terbukti sangat ampuh jika strain virus dalam vaksin cocok dengan strain virus di lingkungan sehingga memiliki efek proteksi silang yang signifikan.

Kasus transmisi virus influenza dari hewan ke manusia yang bekerja di peternakan babi ditemukan pada sebuah penelitian tahun 2004 oleh University of Iowa. Pekerja di peternakan babi dan unggas memiliki risiko tinggi untuk terkena transmisi virus dari hewan dan proses reassortment dapat terjadi. Vaksinasi influenza sering diberikan pada pekerja peternakan di negara maju tapi ternyata vaksin tersebut tidak memiliki efek proteksi karena perbedaan antigen yang besar.

Rekomendasi untuk mencegah penyebaran virus antar manusia termasuk penggunaan protokol standar pengawasan infeksi influenza. Termasuk tindakan mencuci tangan sesering mungkin terutama jika setelah bepergian ke luar rumah. Tindakan mencuci tangan dapat menggunakan sabun, air, atau alkohol. Virus influenza ternyata tidak hanya dapat menyebar melalui droplet tetapi dapat juga ditransmisikan melalui jari tangan ke mulut, hidung, atau mata. Pada kasus pandemi, WHO merekomendasikan empat langkah untuk mengurangi penyebaran virus yaitu isolasi dan terapi segera pada penderita baik yang baru dicurigai maupun sudah terbukti menderita flu babi, karantina bagi rumah tangga yang mengalami kontak dengan penderita, meliburkan sekolah dan merubah jam kerja, serta menunda pertemuan yang bersifat masal.

Obat antivirus terutama inhibitor neuraminidase terbukti efektif dalam mengatasi flu babi. CDC merekomendasikan penggunaan oseltamivir dan zanamivir untuk mencegah resistensi. Amantadine dan rimantadine tidak digunakan karena dari sampel pasien flu Meksiko terbukti bahwa virus pada flu babi resisten terhadap amantadine dan rimantadine. Tetapi, sebagian besar pasien sembuh sempurna tanpa memerlukan obat antivirus.

Belajar dari avian flu
Indonesia memiliki pengalaman menangani avian flu. Pengalaman seperti tidak ada lagi keterlambatan dalam deteksi, pencanangan gerakan nasional, persiapan rumah sakit rujukan, melakukan cegah tangkal terhadap penderita dari negara terinfeksi flu babi, program kampanye kesadaran masyarakat, dan pembuatan peraturan untuk menyokong program pencegahan dapat membuat rakyat Indonesia sadar dan siap untuk menghadapi penyakit ini. Program pencegahan flu babi harus dibuat segera. Fokus program harus pada memaksimalkan cakupan deteksi dini dan pusat pelayanan yang siaga. Mortalitas dapat dicegah jika program pencegahan diletakkan pada pilar pertama. Ini adalah kesempatan besar bagi pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari ancaman penyakit mematikan. Bukankah pencegahan selalu lebih baik?

Penulis adalah lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sumber : http://idionline.org/artikel/328#main-Content

IDI dituntut lakukan revitalisasi organisasi

IDI dituntut lakukan revitalisasi organisasi Cetak E-mail
Friday, 29 May 2009 09:30 WIB
AYU KESUMANINGTYAS
WASPADA

MEDAN - Musyawarah Wilayah (Muswil) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumut pada 29-30 Mei 2009 hendaknya tidak sekadar berkumpulnya IDI cabang se-Sumut, namun diharapkan mampu menghasilkan buah pikiran berharga buat masa depan dokter khususnya di Sumut.

IDI Sumut yang cukup aktif menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai badan koordinasi Pengurus Besar IDI wilayah Sumut, namun tak dipungkiri telah banyak terjadi perubahan yang menuntut organisasi profesi para dokter ini untuk terus melakukan revitalisasi organisasi.

Demikian dikemukakan Henry Salim Siregar salah satu calon Ketua Umum IDI Wilayah Sumut periode 2009-2012, tadi malam, di ruang praktiknya saat dimintai tanggapannya tentang Muswil itu.

Menurut Siregar, beberapa hal yang perlu disikapi, yakni UU praktik kedokteran No.29 tahun 2004 menuntut para dokter mempertahankan dan meningkatkan kompetensi baik melalui CME (Continuing Medical Education) maupun CPD (Continuing Professional Development).. IDI beserta institusi pendidikan kedokteran diharapkan mampu memfasilitasi kedua kegiatan tersebut melalui program pendidikan kedokteran berkelanjutan.

Hal lain, lanjutnya, 70 persen jumlah dokter yang tersebar di Indonesia adalah dokter umum (dokter layanan primer). Tantangan para dokter umum sekarang makin besar baik dari sisi kesejahteraan maupun kesempatan melanjutkan pendidikan spesialisasi. Masih ada para dokter umum di Sumut yang bekerja di rumah sakit tanpa jasa kehadiran (sering disebut uang Rp30.000 (selama 8 jam), namun 1 pasien hanya diberi jasa Rp2000.

Untuk itu, katanya, Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Sumut dapat memayungi dokter umum di daerah ini.

Menurut Siregar, banyak masyarakat Sumut berobat ke luar negeri dengan alasan membutuhkan pelayanan yang lebih cepat dan lebih baik. Dari sisi ekonomi jelas Indonesia mengalami kerugian karena devisa negara lain terus bertambah. Martabat dokter di Indonesia pun dipertaruhkan, terlebih lagi tuntutan malpraktik semakin muncul ke permukaan.

Secara internal organisasi, lanjutnya, IDI Sumut memayungi Perhimpunan Dokter Spesialis (PDSp) di wilayahnya. Potensi IDI cabang Sumut sangat beragam. Paling nyata adalah distribusi dokter spesialis yang tidak merata disamping adanya perbedaan dari segi suku dan adat budaya.
(dat02/wsp)
Sumber : http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=91325&Itemid=27

Saturday, August 23, 2008

PB IDI Nilai RUU Rumah Sakit Karut Marut

Penulis : Cornelius Eko (Media Indonesia OL)

JAKARTA--MI: Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengecam keras materi yang tercantum dalam RUU Rumah Sakit. IDI menilai RUU tidak mengakomodir kebutuhan pasien miskin, pasien gawat darurat, jaminan kesehatan pasien dan bertentangan dengan tata logika perundangan.

Lantaran itu, Ketua PB IDI Fahmi Idris di Jakarta, Rabu (23/7) menegaskan, pihaknya akan mengkaji ulang rancangan naskah RUU Rumah Sakit. "Kita akan kembali membuat sejenis naskah banding baru RUU. Mudah-mudahan dalam waktu satu bulan naskah sudah bisa tuntas," tandas Fahmi.

Fahmi memandang, rumah sakit (RS) pada dasarnya adalah barang publik. Artinya, seyogyanya RS dapat diakses oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun. Agar hakekat tersebut dapat dicapai, diperlukan syarat pembiyaan yang solid. Sayangnya, butir ini malah tidak diatur rinci dalam RUU.

Contohnya, bila terjadi kecelakaan, mengacu RS adalah barang publik, maka sejatinya, korban kecelakaan bisa masuk RS terdekat tanpa boleh ditolak RS bersangkutan kendati yang bersangkutan tidak membawa uang. Wacana seperti ini akan terwujud bila terdapat jaminan dalam pembiayaan.

Perihal jaminan pembiayaan ini, tegas Fahmi harus diatur secara rinci. "Harus jelas siapa. Tidak boleh hanya dikatakan akan dijamin negara. Kalau dibilang negara, negara yang mana. Harus diurai," tambah Fahmi. "Perlu juga dirinci, solusi bila (tagihan) tidak terbayar apa solusinya."

IDI juga memandang, dalam RUU belum tercantum bab khusus yang mengatur sistem rujukan. Secara ideal, IDI menilai RS sepatutnya hanya menerima pasien rujukan dari layanan medis dasar. Layanan medis dasar bisa melalui Puskesmas atau yang paling direkomendasikan IDI adalah program dokter keluarga.

"RS tidak boleh menerima pasien di luar rujukan, kecuali pasien gawat darurat. Dengan demikian RS bukanlah Puskesmas raksasa," tuturnya.

Lebih lanjut diungkapkan Fahmi, terkait soal legal aspek, dalam tim kajian IDI, pecah menjadi dua pendapat. Secara hukum, dikatakan hal ini tidak sesuai dengan aturan tata undang. Namun kata Fahmi, dirinya cenderung mengacu pada pendapat kedua. "Sebaiknya dilihat dari besaran masalah. Di luar negeri UU Rumah Sakit pun ada. Namun kontennya sebaiknya harus dibatasi."

Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Adip A Yahya berpendapat, seharusnya RS diposisikan sebagai lembaga dengan fungsi sosial. Agar fungsi ini dapat berjalan, sepatutnya RS dibebaskan dari beban pajak, diberi insentif khusus pada pembelia obat serta alat kesehatan. (Tlc/OL-03)

Friday, May 23, 2008

Dokter Indonesia, Masihkah Bisa Berjuang? (Setelah Seabad Profesi Dokter)


Oleh Dr. Umar Zein

Sampai sekarang, untuk menjadi seorang dokter umum, butuh perjuangan yang lebih dibanding untuk menjadi sarjana lainnya. Bukan berarti dokter lebih hebat dari sarjana atau profesi lain, tapi memang pendidikan dokter berbeda dengan ilmu lain. Untuk jadi dokter harus berani berhadapan dengan mayat (meski sudah diawetkan), harus sanggup melihat darah mengucur dari tubuh pasien, harus menjalani tugas jaga dan menerima pasien di malam hari, harus menghadapi kasus-kasus kematian tidak wajar di Departemen Forensik dan harus bertugas ke luar daerah tempat pendidikan selama beberapa minggu.

Perjalanan dalam menempuh pendidikan itu, membuat seorang dokter harus mampu menghadapi segala tantangan dan tidak mudah mengeluh dalam menghadapi hidup ini. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, tercatat nama beberapa dokter yang ikut berpolitik dan bahkan berperang di medan laga.
Setiap kali memperingati Hari Kebangkitan Nasional, mau tak mau, kita akan mengenang kiprah dokter Wahidin Sudirohusodo dan teman-temannya. Mereka berada di tengah masyarakatnya dan dengan tulus merawat, mengobati, dan menumbuhkan semangat untuk lepas dari ketertindasan dan penjajahan serta berjuang menjadi bangsa yang terhormat. Para founding father kedokteran di Indonesia ini mengingatkan kita bahwa dokter terlahir sebagai profesi mulia dan menyandang trias peran dokter : agent of change, agent of development, dan agent of treatment.

Dokter adalah figur yang mengabdikan profesinya, tanpa terpengaruh pertimbangan-pertimbangan agama, kedudukan sosial, jenis kelamin, suku dan politik kepartaian. Artinya, dalam pekerjaan keprofesiannya dokter sarat dengan nilai kesetaraan. Sebuah nilai yang dapat menumbuhkan rasa ketertindasan yang sama akibat proses penjajahan yang akhirnya menimbulkan rasa nasionalisme.

Sejarah Perjuangan Dokter

Cikal bakal Ikatan Dokter Indonesia adalah perhimpunan yang bernama Vereniging van lndische Artsen tahun 1911, dengan ketuanya dr. J.A.Kayadu. Selain itu, tercatat nama-nama seperti dr.Wahidin, dr. Soetomo dan dr. Tjipto Mangunkusumo, yang bergerak dalam lapangan sosial dan politik. Walau mereka sudah meninggal, tapi mereka berumur panjang. Nama mereka diabadikan dan tetap dikenang sepanjang masa. Kemudian dikenal pula dr. Mangkoewinoto, dr. Soesilo dan dr. Kodijat yang berjuang di bidang penyakit menular serta dr. Kawilarang, dr. Sitanala, dr. Asikin Widjajakusumah dan dr. Sardjito. Nama yang terakhir ini terkenal dengan majalahnya Medische Berichten yang diterbitkan di Semarang bersama dr. A. Moechtar dan dr. Boentaran. Pada tahun 1926 perkumpulan berganti nama menjadi Vereniging van Indonesische Geneeskundige (VIG).

Menurut Prof Bahder Djohan yang pernah menjadi sekretaris VIG selama 11 tahun (1928-1938), perubahan nama ini dengan landasan politik yang menjelma dari timbulnya rasa nasionalisme (karena dokter pribumi dianggap sebagai dokter kelas dua) sehingga membuat kata "Indische" menjadi "Indonesische" dalam VIG. Dengan demikian, profesi dokter telah menimbulkan rasa kesatuan atau paling tidak meletakkan sendi-sendi rasa persatuan.

Prof Bahder Djohan mengatakan pula, tujuan VIG ialah menyuarakan pendapat dokter, dimana pada masa itu persoalan yang pokok ialah menyamakan kedudukan antara dokter-dokter pribumi dengan dokter Belanda dalam segi kualitasnya yang tidak kalah. Kongres VIG tahun 1940 di Solo menugaskan Bahder Djohan membina serta memikirkan istilah-istilah baru dalam dunia kedokteran. Masa itu telah terkumpul 3000 istilah baru dalam dunia kedokteran. Usaha-usaha VIG lainnya yang patut diketengahkan yakni peningkatan gaji (upah) dokter-dokter "Melayu" agar mempunyai derajat yang sama dengan dokter Belanda, yang mencapai 70% dari jumlah semula (50%). Selain itu, memberi kesempatan dan pendidikan bagi dokter "Melayu" menjadi asisten dengan prioritas pertama.

Dalam masa pendudukan Jepang (1943), VIG dibubarkan dan diganti menjadi Jawa Izi Hooko Kai. Selanjutnya pada tahun 1948 didirikan Perkumpulan Dokter Indonesia (PDI), yang dimotori kalangan dokter-dokter muda di bawah pimpinan dr. Darma Setiawan Notohadmojo. Pendirian PDI berdasarkan kehendak situasi dan tuntutan zaman yang berkembang pendapat-pendapat atau tinjauan-tinjauan baru dalam suasana serta semangat yang baru pada waktu itu. Dengan demikian PDI berfungsi sebagai badan perjuangan di daerah pendudukan Belanda.

Hampir bersamaan berkembang pula Persatuan Thabib Indonesia (Perthabin) cabang Yogya yang dianggap sebagai kelanjutan VIG masa tersebut. Karena tidak mungkin Perthabin dan PDI menjadi wadah dokter di Indonesia, maka dicapai mufakat antara Perthabin dan PDI untuk mendirikan suatu perhimpunan dokter baru.
Dr. Soeharto berpendapat bahwa perkumpulan dokter yang ada sejak 1911 telah rusak di zaman kependudukan Jepang. Lagi pula organisasi yang bernama Jawa Izi Hooko Kai hanya terbatas di Pulau Jawa saja. Dia menilai perkumpulan tersebut tidak berfungsi dan hanya sebagai penyalur politik Jepang. Dasar pemikiran inilah digunakan untuk mendirikan suatu perkumpulan dokter baru yang sesuai dengan alam pikiran dan jiwa kemerdekaan serta sesuai dengan indentitas kita, yakni persatuan. Diharapkan perkumpulan kedokteran tersebut dapat menjadi semacam perkumpulan persatuan.

Pada tahun 1945, dokter-dokter Indonesia belum mempunyai kesempatan mendirikan suatu wadah dokter di Indonesia yang berskala nasional. Kesempatan ini baru ada setelah diperoleh pengakuan dari Belanda (RIS). Sebetulnya ide untuk mendirikan perhimpunan dokter di Indonesia telah lama ada. Karena situasilah yang menyebabkan terdapatnya bermacam-macam dokter, seperti dokter di daerah pendudukan, di daerah republik federal dan masalahnya mereka belum mempunyai kesempatan untuk menyatu. Di masa dahulu dikenal 3 macam dokter Indonesia, ada dokter Jawa keluaran sekolah dokter Jawa, ada Indische Arts keluaran Stovia dan NIAS serta ada pula dokter lulusan Faculteit Medica Batvienis pada tahun 1927.

Kebutuhan Dokter dan Perjuangan di Desa

Sampai kini, kebutuhan akan tenaga dokter di Indonesia secara proporsional masih belum optimal. Namun peningkatan jumlah dokter dan penyebarannya di seluruh wilayah nusantara jelas meningkat signifikan. Penanggulangan penyakit menular yang telah giat dilaksanakan sejak pendudukan Belanda, sampai kini terus berlangsung tiada henti. Pembentukan Puskesmas sejak era tahun 70-an merupakan terobosan yang membawa dampak perubahan kesehatan masyarakat.

Masyarakat terpencil yang tadinya tidak pernah mengenal dokter, kini mendapat perhatian yang serius dari dokter. Bahkan, profesi yang pertama kali masuk desa di Indonesia ini adalah dokter. Sejatinya, darah pengabdian mengalir di tubuh seorang dokter. Tanggung jawab dan kepuasan profesi mengalahkan medan tugas yang penuh tantangan. Derajat kesehatan secara perlahan, tapi pasti, terus meningkat. Dukun beranak dilatih dan diberi peralatan medis agar penyakit tetanus neonatorum tidak terjadi. Hasilnya, kini kita sudah jarang menemukan kasusnya.

Kesehatan dan Ketahanan Nasional

Sehat bukan hanya tidak sakit. Menurut World Health Organization: "..Health is a state of complete physical, mental and social well-being, and not merely an absence of disease or infirmity..." Pengertian sehat fisik, umumnya sudah diketahui dengan jelas. Nilai HDI (Human Development Index) Indonesia menggambarkan bahwa secara fisik bangsa ini masih sakit-sakitan. Padahal dari definisi sehat, jelas sekali bahwa sehat juga meliputi kondisi fisik-mental-sosial. Lalu, bagaimana dengan status kesehatan mental dan sosial bangsa Indonesia?

Kesehatan belum sepenuhnya dipandang sebagai unsur utama Ketahanan Nasional, sehingga anak bangsa sebagai generasi penerus belum secara optimal dilihat sebagai subjek pembangunan kesehatan. Kecukupan gizi, pemeliharaan kesehatan, pendidikan dan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya sumber daya manusia masa depan yang handal dan aset bangsa untuk menopang Ketahanan Nasional harus lebih mendapatkan perhatian.

Cara pandang dan kepemimpinan yang memahami kesehatan sebagai pengobatan saja (paradigma sakit) dan tanggung jawab sektor kesehatan saja, bukan tanggung jawab semua sektor, tidak menempatkan kesehatan sebagai mainstream pembangunan nasional. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan berbagai sektor belum fokus membangun bangsa yang sehat. Bangsa yang sehat berarti sehat fisik dan mental, sehat lingkungan dan sehat sosial dan finansial. Paradigma sehat perlu dipahami oleh semua sektor dan para pengambil dan penentu kebijakan di negeri ini agar terciptanya rakyat sehat dan cerdas.

Pengaruh globalisasi, liberalisasi perdagangan, dan pelayanan melalui berbagai kesepakatan internasional, akan mempengaruhi kelancaran dan kemandirian penyelenggaraan upaya kesehatan, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap ketahanan nasional di masa mendatang. Banyak negara berhasil membangun paradigma sehat yang bisa ditiru dan diterapkan metodenya di Indoensia. Kemandirian dan keberanian menghadapi tantangan sudah kita buktikan sejak seabad yang lalu. Mengapa saat ini kita tidak berani menampilkannya kembali sebagai bentuk kebangkitan yang baru, penuh percaya diri, bersih dan transparan serta sepi dari konflik internal.
Rakyat Sehat, Negara Kuat. Bangunlah Indonesia, bangkitlah kita kembali !

Sumber : WASPADA Online

* Penulis adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan


Monday, September 24, 2007

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN P2KB

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
(P2KB)

LATAR BELAKANG

  • BP2KB telah dibentuk PB IDI dengan masa kerja selama 4 bulan, oleh karena itu: pedoman ini harus diterbitkan sebelum 29 April 2007
  • Pasca 29 April 2007 periode mewajibkan Dokter mengikuti uji kompetensi bila registrasi atau registrasi ulang.
    Uji kompetensi untuk registrasi ulang à keikutsertaan dokter Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan.
  • Pedoman berupa Juklak disahkan pada sidang Muktamar Dokter Indonesia XXVI di Semarang 1 Desember 2006 dan ditetapkan dalam SK PB IDI untuk dijadikan acuan.
  • Pasal 28 ayat 2 UU RI No. 29 Tahun 2004 (UUPK) “ penetapan standard pendidikan dan pelatihan kedokteran berkelanjutan merupakan kewajiban organisasi profesi kedokteran “
  • Organisasi profesi untuk Dokter Anggota IDI


TUJUAN

  1. Mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme dokter berkualitas, beretika sesuai standard kompetensi global.
  2. Terjaminnya suatu penyelenggaraan pelayanan kedokteran yang bermutu melalui upaya sertifikasi dokter.
  3. P2KB pada dasarnya merupakan :
  • Pembinaan (Oversight)
  • Pengetahuan (Knowledge)
  • Keterampilan (Skill)
  • Attitude (Sikap)

PRINSIP

  1. Menjalani P2KB merupakan kewajiban profesi setiap dokter.
  2. P2KB merupakan kegiatan mandiri dengan ciri self-directed dan practice-baced
  3. Motivasi menjalani P2KB muncul dari 3 dorongan utama : Dorongan professional à layanan terbaik pada pasien; Kewajiban; Kepuasan kerja à ==>mencegah kejenuhan.
  4. P2KB efektif bila : Ada kebutuhan mempelajari suatu tema/topik; Cara belajar sesuai kebutuhan; Ada kesempatan menerapkan hasil belajar.
  5. Dokter harus mempunyai Personal depelopment plan
  6. Sertifikat kompetensi syarat mutlak dikeluarkannya rekomendasi SIP oleh IDI


KETENTUAN-KETENTUAN DAN PENGERTIAN

P2KB

Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan / P2KB (continuing professional development / CPD) : adalah upaya pembinaan bersistem bagi dokter yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta mengembangkan sikap agar senantiasa menjalankan profesi dengan baik

Stake Holder

Semua pihak yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam pelayanan kesehatan/kedokteran.

Kegiatan Pendidikan

Berbagai kegiatan yang dijalani seseorang dalam kapasitasnya sebagai dokter yang memberikan desempatan baginya untuk menambah pengetahuan dan keterampilan profesionalnya serta mempertahankan profesinalismenya.

Standar Profesi

Kemampuan minimal yang harus dikuasai agar dapat menjalankan kegiatan profesionalnya dan memberikan layanan kepada masyarakat secara mandiri. (Standar pendidikan, kompetensi, etika profesi dan pelayan)

Kredit

Satuan yang digunakan untuk mengukur kemampuan/kompetensi seorang dokter yang diperolehnya dengan menjalani 1 jam kegiatan yang diakui sebagai kegiatan pendidikan dalam suatu skema P2KB (nilai normatif)

Kredit Prasyarat

Jumlah kredit partisipasi yang harus dikumpulkan oleh seorang peserta program P2KB dalam suatu kurun waktu tertentu yang menjadi prasyarat untuk ia mendapatkan sertifikat kompetensi.

Sertifikasi dan Resertifikasi

Proses pemberian surat keterangan pengakuan oleh PDSp/PDPP dan / atau kolegiumnya untuk menyatakan bahwa yang bersangkutan dinilai telah memiliki kemampuan profesi yang setara dengan standar profesi dan standar kompetensi yang ditetapkan oleh kolegium bidang profesi yang bersangkutan.

Sertifikat Kompetensi

Surat keterangan yang dikeluarkan bagi seorang dokter oleh PDSp/PDPP melaui kolegiumnya untuk menyatakan bahwa dokter tersebut kompeten untuk menjalankan prakteknya.

Rekomendasi IDI

Rekomendasi yang dikeluarkan IDI bagi seorang dokter dengan salah satu syaratnya sertifikat kompetensi dilegalisir oleh BP2KB IDI

Registrasi

Terdaftarnya seorang dokter di Konsil Kedokteran Indonesia

Peserta program P2KB

Dokter anggota IDI yang berpraktik

Kegiatan bernilai pendidikan profesi

Bukti seseorang dalam suatu program P2KB dinyatakan dalam Satuan Kredit Partisipasi (SKP)

SKP diberikan baik pada kegiatan bersifat klinis (layanan kedokteran langsung/tidak langsung) maupun nonklinis (mengajar, meneliti, manajemen)

Kegiatan yang dapat diberi kredit dibedakan atas 3 jenis:
Pendidikan pribadi : yang dilakukan sendiri untuk tambahan ilmu dan keterampilan
Pendidikan interal : dilakukan dengan teman sekerja yang merupakan kegiatan terstruktur
Pendidikan eksternal : kegiatan diselengarakan kelompok lain bersifat lokal, nasional maupun internasional

Ditinjau dari profesi kegiatan P2KB dibedakan atas :

  1. Pembelajaran (learning) à artikel dijurnal, pelatihan
  2. Kegiatan profesional à menangani pasien, penyaji makalah, istruktur, moderator
  3. Pengabdian masyarakat à penyuluhan, penaggulangan bencana, angota pokja, pengurus organisasi profesi, panitia pelaksana P2KB
  4. Publikasi ilmiah à karya tulis
  5. Pengembangan Ilmu pengetahuan à peneliti, mendidik, membuat ujian, supervisor, pembimbing.

Penilaian Kompetensi
Kompetensi seorang dokter dinilai setiap 5 tahun setelah menjalankan program P2KB yang ditetapkan dan disetujui oleh PDSp/PDPP-nya. Penilaian ini dilakukan sendiri oleh setiap dokter dengan menghitung SKP IDI total dimasukkan ke borang kelengkapan P2KB dan diserahkan ke P2KB untuk diverifikasi dan dinilai oleh komisi P2KB.

Kredit Pendidikan
a. Kredit Prasyarat
Kredit prasyarat besarnya sama untuk semua dokter tetapi nilainya berbeda bergantung pada ragam layanan yang diberikan oleh berbagai kelompok bidang profesi dokter. Kredit prasyarat IDI adalah 250 SKP IDI per 5 tahun dan minimal 25 SKP IDI (10 %) diantaranya harus berasal dari kegiatan non klinik ( pendidikan, penelitian, pengabdian pada profesi/masy.

b. Bobot kredit berbagai bentuk kegiatan
Penetapan nilai kredit berbagai kegiatan merupakan kewenangan perhimpunan

Bidang profesi kedokteran dikelompokkan :
Kelompok Klinik
terdiri dari : Bedah dan Medik (dengan intervensi dan tanpa intervensi)
Kelompok ”pra-klinik”
==>Yang memberi layanan langsung pada pasien
==>Yang memberi layanan tidak langsung pada pasien

Friday, August 10, 2007

Rapat Evaluasi Program Kerja IDI Cabang Medan

Dengan Mengambil tempat di Aula Kantor IIDI Cabang Medan, telah dilaksanakan rapat evaluasi program kerja Pengurus. Rapat dipimpin oleh ketua cabang didampingi oleh sekum dan pengurus inti lainnya.
Setelah selesai acara tersebut, dilanjutkan dengan Expose Rancangan Proyek Data Base Keanggotaan IDI Cabang Medan. Diharapkan database tersebut dapat segera diakses melalui www.idimedan.blogspot.com yang kita miliki bersama.
Salam Sejawat
dr. H. Masrip Sarumpaet, M.Kes

Thursday, June 14, 2007

IDI Bubarkan Seminar Kesehatan Ilegal di Medan

IDI Bubarkan Seminar Kesehatan Ilegal di Medan

Rabu, 13 Juni 2007 16:30 WIB
http://www.media-indonesia.com/
NUSANTARA » Sumatera


Penulis: Yennizar Lubis

MEDAN--MIOL: Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumut dan IDI Medan membubarkan seminar kedokteran yang dianggap ilegal di Hotel Novotel Medan, Rabu (13/6). Seminar ini dibubarkan karena dianggap tidak memiliki izin penyelenggaraan dari IDI Sumut dan IDI Medan, serta kepolisian.

Seminar yang menghadirkan pembicara kesehatan dari luar negeri ini juga memperkenalkan alat kedokteran baru yaitu cyberknife. Acara ini diselenggarakan salah satu organisasi kesehatan asal Malaysia, Wijaya Internasional Medical Centre (WIMC).

Penghentian seminar ilegal ini dilakukan Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Medan sebelum acara dimulai. Pihak kepolisian dan IDI Sumut serta IDI Medan yang ingin membubarkan seminar itu sempat bersitegang dengan panitia penyelenggara. Akhirnya, karena tidak berhasil menunjukkan surat izin, panitia langsung membawa perlengkapan seminar seperti seminar kit, proyektor dan banner.

Ketua IDI Sumut, Rustam Effendi YS mengatakan penghentian seminar kesehatan ini karena WIMC tidak memiliki izin dari IDI Medan dan Dinas Kesehatan Medan.

Rustam mengatakan, sejak 2003, mereka sudah berulangkali melakukan seminar, namun tidak pernah meminta izin. "Awalnya, kami masih menolerir, namun kelihatannya tidak ada itikad baik dari mereka."

Menurut Ketua IDI Medan, M Nur Rasyid Lubis, seminar kesehatan yang diselenggarakan pihak luar yang juga menghadirkan pembicara dari luar harus mendapat izin dari IDI Medan dan Dinas Kesehatan Medan.

Ini sesuai UU No 29 tahun 2004 pasal 32 ayat 2 dan 3 yang menyebutkan dokter asing yang akan melakukan seminar harus mendapat izin dari organisasi dokter setempat.

Sementara itu, pihak penyelenggaran dari WIMC, Freddy alias Shin Coy Kai, warga Malaysia mengatakan keperluan izin sudah dikonsultasikan ke pihak Konsulat Jenderal Malaysia di Medan. Semua urusan kata dia, sudah di Konjen, dan pihak Konjen yang akan membuat surat ke Dubes untuk mengeluarkan visa bisnis.

Freddy mengaku tidak sekali ini menyelenggarakan seminar kesehatan, namun, baru kali ini mendapat masalah. Sebelumnya tidak pernah ada masalah. (YN/OL-02).

Sumber: Media Indonesia

Thursday, May 24, 2007

Ucapan Selamat

Selamat Atas pemanfaatan blog ini sebagai sarana berkomunikasi diantara sesama pengurus maupun antar anggota.

Salam Sejawat

Sunday, May 20, 2007

Salam Sejawat

Mari kita manfaatkan sebaik mungkin Blog IDI Cabang Medan. . Semoga bermanfaat bagi pengurus dan para anggota.

Salam Sejawat.

Masrip Sarumpaet

BERITA FOTO

BERITA FOTO
Para Top Leader Pengurus IDI Cabang Medan berdiri paling depan, terlihat Pak Ketua diapit oleh ketua BHP2A dan Ketua MKEK

BERITA FOTO

BERITA FOTO
Pelaksana Ketua Wilayah (membelakangi lensa) sedang membaca naskah Pelantikan Pengurus IDI Cabang Medan Periode 2006 - 2009.

BERITA FOTO

BERITA FOTO
Barisan kedua ternyata tak kalah seriusnya, terlihat Dr. Zulhelmi, Dr. Darma Lindarto, Dr. Einil R., Dr. Masrip S., Dr Faisal dkk

Free Hit Counter
Staples Coupon